Minggu, 15 Mei 2011

prosedur dan persyaratan untuk ambil ujian sertifikasi untuk setiap jenis profesi IT

Membicarakan kompetisi tentu saja tidak lepas dari sertifikasi sebagai satu syarat minimal bagi legitimasi seseorang untuk membuktikan kualitas SDM (sumber daya manusia) dan profesionalismenya. Sebab, sertifikasi yang diakui secara profesional adalah bukti kompetensi seseorang yang telah memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam merancang, mengkonfigurasikan, menerapkan, maupun merawat perangkat lunak perusahaan.


Meningkatnya implementasi TI mulai dari operasional bisnis biasa sampai ke jaringan perusahaan yang lebih kompleks menyebabkan kebutuhan tenaga TI tidak hanya dirasakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang TI, tetapi juga nonTI. Seiring dengan kebutuhan tenaga kerja TI yang diperkirakan akan terus meningkat, berbagai posisi atau jabatan baru di bidang TI juga bermunculan. Jika Anda berada berada di antara ratusan pelamar yang berharap mengisi beberapa lowongan di bidang TI, apa yang bisa membuat Anda berbeda dengan pelamar-pelamar lain? Lalu jika Anda sudah menjadi salah satu bagian dari tenaga TI dan ingin meniti tangga karier, apakah yang bisa Anda lakukan untuk menegaskan kualitas Anda dibanding sekian banyak rekan seprofesi Anda? Apa yang dapat menjadi jaminan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin membayar Anda untuk solusi TI yang dapat Anda berikan ?.
Salah satu jawabannya adalah dengan mendapatkan pengakuan atau sertifikasi untuk bidang spesialisasi Anda. Mungkin akan muncul pertanyaan, apakah pendidikan formal yang sudah Anda kantongi belum cukup untuk membuktikan kemampuan Anda?.Cepatnya perkembangan TI serta semakin kompleksnya teknologi tidak memungkinkan bagi lembaga pendidikan untuk mengadopsi perubahan secara cepat. Keterbatasan kurikulum, dan keinginan untuk independen terhadap produk tertentu menjadi kendala menghadapi perubahan tersebut. Di sisi lain kebutuhan tenaga kerja TI sering membutuhkan kompetensi yang lebih spesifik, seperti pengalaman terhadap penggunaan software tertentu yang diimplementasikan dalam perusahaan tersebut. Hal ini mendorong turun tangannya para vendor untuk ikut terjun dalam program pendidikan yang pada akhirnya melahirkan standar kompetensi atau sertifikasi.
Adanya standar kompetensi dibutuhkan untuk memudahkan bagi perusahaan atau institusi untuk menilai kemampuan (skill) calon pegawai atau pegawainya. Adanya inisiatif untuk membuat standar dan sertifikasi sangat dibutuhkan. Namun masih terdapat permasalahan seperti beragamnya standar dan sertifikasi. Sebagai contoh, ada standar dari Australian National Training Authority. Standar dan sertifikasi dapat dilakukan oleh badan yang resmi dari pemerintah atau dapat juga mengikuti standar sertifikasi di industri, yang sering juga disebut vendor certification. Untuk contoh yang terakhir (vendor certification), standar industri seperti sertifikat dari Microsoft atau Cisco merupakan standar sertifikasi yang diakui di seluruh dunia. Padahal standar ini dikeluarkan oleh perusahaan, bukan badan sertifikasi pemerintah. Memang pada intinya industrilah yang mengetahui standar yang dibutuhkan dalam kegiatan sehari-harinya.


Tiga Pilar Utama yang menopang Sertifikasi adalah
- Kompetensi (Knowledge and Expertise)
- Pengalaman (Experience and Exposure)
- Etika, Moral dan Integritas Profesional (Professional Ethics, Moral and Integrity)


Pada dasarnya ada 2 jenis sertifikasi yang umum dikenal di masyarakat, yaitu :
• Sertifikasi akademik (sebetulnya tidak tepat disebut sertifikasi) yang memberiakn gelar, Sarjana, Master dll
• Sertifikasi profesi. Yaitu suatu sertifikasi yang diberikan berdasarkan keahlian tertentu untuk profesi tertentu.
Sayangnya sertifikasi akademik sulit memiliki implementasi langusng dalam industri ICT. Disebabkan karena kecepatan perubahan serta standardisasi antara Universitas. Di samping itu tujuan universitas memang berbeda dengan tujuan industri. Universitas bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar bukannya keahlian khusus atau kompetensi untuk profesi tertentu yang dibutuhkan oleh industri. Spesialisasi yang terlalu sempit juga tidak cocok untuk pengembangan universitas.
Sedangkan sertifikasi profesional pada dasarnya memiliki 3 model, yaitu :
• Dikembangkan oleh Profesional Society, sebagai contoh British Computer Society (BCS), Australian Computer Soicety (ACS), South East Asian Regional Computer Confederation (SEARCC) dan lain-lain.
• Dikeluarkan oleh Komunitas suatu profesi, sebagai contoh Linux Profesional, SAGE (System Administration Guild), CISA(IS Auditing) [http://www.isaca.org/]
• Dikeluarkan oleh vendor sebagai contoh MCSE (by Microsoft), CCNA (Cisco), CNE (Netware), RHCE (Red Hat) etc. Biasanya skill yang dibutuhkan untuk memperoleh sertifikat ini sangat spesifik dan sangat berorientasi pada suatu produk dari vendor tersebut.
Sertifikasi yang berbasiskan vendor sangat bergantung pada produk vendor tersebut. Juga dikenal sebagai salah satu strategi pemasaran pada suatu perusahaan (vendor). Dengan mempromosikan serti_kasi tersebut, maka perusahaan tersebut dapat menjamin kepada kustomer mereka bahwa tersedia cukup dukungan teknis (orang yang memiliki sertifikasi produk tersebut). Pada kenyataannya pada pasar tenaga kerja, sertifikasi vendor ini sangat populer. Karena banyak orang beranggapan bahwa dengan memiliki sertifikasi vendor ini maka masa depan lapangan pekerjaan akan terjamin.
Dalam mengembangkan sertifikasi beberapa patokan yang sebaiknya diterapkan :
• Harus berdasarkan ujian dan cukup sulit dan memiliki beberapa tingkatan
• Pusat pelatihan harus disertifikasi sebelum dapat menawarkan suatu sertifikasi
• Sertifikasi tak boleh bergantung pada suatu perusahaan atau suatu institusi. Tetapi sertifikasi vendor sebaiknya juga diakui sebagai suatu komponen untuk memperoleh sertikasi profesi
• Sertifikasi harus mendorong terbentuknya industri lokal.
• Sertifikasi harus memperkecil jurang antara universitas (education) dan industri. Harus dikembangkan pemetaan antara sertifikasi akademik dan sertifikasi profesi. Juga mengurangi jurang antara aktifitas riset dan industri.
• Sertifikasi harus mendorong orang untuk memahami pengetahuan dasar yang berhubungan dengan keahlian terapan pada profesi tersebut. Hal ini akan membantu orang untuk memperbaiki pengetahuannya, sebab mereka tidak ahnya belajar dari "keahlian tertentu" untuk suatu saat saja, tetapi mereka memiliki pengetahuan dasar untuk memehami teknologi baru.
• Sertifikasi tak boleh mengabaikan kemajemukan orang. Sebagai contoh bahasa, dan kebiasaan lokal. Sehingga untuk kompetensi dalam bidang komunikasi, kemampuan berbahasa lokal perlu dipertimbangkan juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar