Kejahatan cyber atau cybercrime merupakan ancaman nasional dan dapat mengincar semua orang di manapun mereka berada. Cybercrime yang dimaksud adalah virus komputer, penipuan kartu kredit online, dan pencurian identitas.
Menurut survey yang dilakukan Symantec terhadap 7.066 pengguna internet berusia 18 tahun ke atas di 14 negara, sebanyak 65 persen mengaku telah menjadi korban cybercrime. Dari jumlah tersebut, 58 persennya mengaku marah setelah diserang, 51 persen merasa terganggu, dan 40 persen merasa tertipu.
“Serangan malware dan virus komputer adalah jenis cybercrime yang paling banyak dialami pengguna internet, di mana 51 persen orang dewasa secara global merasakan dampaknya,” demikian laporan yang dipaparkan Symantec.
Di Amerika Serikat sendiri, sekitar 73 persen mengaku telah menjadi korban berbagai bentuk kejahatan cyber, sementara 55 persen mengaku menjadi korban serangan malware atau virus komputer. Hanya 13 persen orang Amerika yang merasa “sangat aman” ketika online.
Karena sulit dilacak, banyak pengguna internet yang merasa tidak berdaya ketika menjadi korban di mana 79 persen responden secara global mengaku tidak berharap banyak bahwa penjahat cyber bisa dijebloskan ke pengadilan.
Setidaknya setengah dari responden menjadi korban cybercrime, termasuk serangan virus dan malware, penipuan online dan pesan phishing, profil jejaring sosial di-hack, dilecehkan oleh predator seksual, pencurian identitas, dan penipuan kartu kredit. Meskipun demikian, hanya 44 persen yang melaporkan kejahatan tersebut ke polisi.
Terkait biaya, rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan cybercrime adalah $334 secara global dan $128 untuk Amerika Serikat saja. Dibutuhkan rata-rata sekitar hampir satu bulan untuk menyelesaikan kasus cybercrime. Sementara itu 31 persen responden secara global dan 25 persen responden di AS mengatakan masalah mereka tidak pernah terselesaikan.
Laporan Symantec juga mengungkapkan bahwa Cina menjadi ‘ibu kota’ kejahatan cyber dunia, di mana 83 persen orang dewasa di Cina telah menjadi korban cybercrime. Sebaliknya, Jepang memiliki tingkat kejahatan cyber terendah dengan prosentase hanya 36 persen.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar